Dari masa ke masa, dari kurun bangsa kepada kurun lainnya, dari umat ke umat, risalah Allah selalu menjadi permainan, dibantah dan didustakan.
Din, Al Kitab dan para utusan Allah menjelma dihadapan mereka seolah-olah musuh dan membawa kehancuran. Apalagi ayat-ayat yang merupakan jelmaan keghaiban, kisah atau peran yang dilukiskan dalam kisah para Nabi, Sholihin, Shobirin, ataupun tokoh kezaliman, selalu memberikan bayangan dan tafsiran dongeng-dongeng, sihir ataupun ceritera gila di sela-sela kekafiran mereka terhadap Kekuasaan dan ke-Esaan Rob alam semesta.
Al Qur’an itu hal yang nyata daripada ghaib dan keghaiban yang dapat Allah perlihatkan kepada manusia beriman. Sifat-sifat, Asmaa-ul husna Allah dan mahluk-mahluk ghaib, sunnah Allah dan segala ciptaanNya yang halus bagai menjelma dalam kenyataan, dinyatakan oleh Allah untuk menjadi pelajaran, diambil manfaatnya sebagai pedoman, dijadikan peringatan dan nasihat atau memang hukum dan kodrat iradat Allah bagi sesuatu.
Inilah keghaibannya Al Qur’an !!!
Suatu contoh terkemukakan di ayat 46 surat Huud, dimana Nabi Nuh menyatakan permintaannya kepada Allah untuk menyelamatkan puteranya, tetapi firman Allah berfirman menegaskan :
قَالَ يَـنُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَـلِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَـهِلِينَ
“Wahai Nuh, dia bukanlah salah seorang keluarga engkau, dia adalah (penjelmaan dari) perbuatan yang tidak baik. Maka janganlah engkau bermohon kepadaku apa yang engkau tidak ketahui dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”.
Nabi Nuh tidak mengetahui sesuatu dengan hakekatnya, walaupun dalam hidup dan kehidupan ataupun di mata dan penglihatan Nabi Nuh terlihat anaknya, satu diantara keluarganya.
Keghaiban yang sulit dipahami dan kurangnya pengisian kepada “yang ghaib” menyebabkan Din atau risalah Allah tidak berbobot di mata umat. Khususnya di umat Muhammad yang buta keghaiban dan selalu berpeluk kepada kenyataan, maka sirnalah petunjuk Allah karena keyakinan yang tidak dihidupkan dalam diri muslim atau mukmin.
Musuh Rasulullah Muhammad adalah manusia-manusia jelmaan dari syaitan. Bantuan keghaiban yang didatangkan Allah untuk memberi keberhasilan perjuangan Muhammad dalam menghidupkan risalah Allah dan menyebarkan Din Tauhid. Dan akan terjadi di bumi ini “kenyataan” berhadapan dengan keghaiban, “keghaiban” berhadapan dengan sihir, lalu “sihir” berhadapan dengan ayat-ayat / kemukjizatan Allah. Kejangggalan yang sangat nyata di umat Islam dewasa ini ialah dalam hal dimana mereka tidak sadar bahwa dikala mereka membaca dan membawakan Al Kitab, Syari’at dan Din Allah pada hakekatnya mereka berhadapan dengan sesuatu yang ghaib dan keghaiban, yang menggauli kenyataan yang ghaib (kenyataan jelmaan dari pada yang ghaib).
Kata “khusyu’” sering diartikan dalam pengertian rationil, ialah membaca dengan lidah, bersuara dengan mulut dan jatuh ke hati memahami isi bacaan. Padahal Allah telah memberi pengertian yang hakiki :
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَوةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَـشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (QS. 2:45)
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُّلَـقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Rob-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. 2:46)”.
Orang-orang kafir, munafik, musyrik (Fir’aun, Haman dan Qarun) adalah jelmaan daripada sifat-sifat tidak terpuji, karena pada dasarnya zat dan asal kejadiannya sebagai mahluk Allah adalah sama, mereka berasal dari setetes air mani lalu berkembang sedangkan makanannya sama seperti mahluk Allah lainnya. Tetapi harus diyakini bahwa tubuh / jasmani atau kemanusiaannya telah menjadi jelmaan kekafiran, kemunafikan dan kemusyrikan.
Pada ayat tersebut di atas dapat difahami adanya penjelmaan dari pada shalat dan sabar bagi orang-orang yang khusyu’. Khusyu’ kepada Allah akan melarutkan dirinya dengan asmaa-ul husnaNya, selalu mendekatkan diri kepada Allah dan menjelmakan ayat-ayat-Nya pada perilaku dalam hidup dan kehidupan.
Adakah manusia berilmu dan beriman yang telah dapat menjelmakan shalat, sabar serta ayat-ayat Allah pada dirinya ? Untuk mengerti saja sulit, apalagi memahami dalam pengkajian yang sempurna.
Tersebut oleh Aisyah : “Kalau melihat Al Qur’an, Muhammad itulah”.
Baiklah kita melihat kejanggalan dalam kenyataan sehari-hari, pada waktu seseorang membaca dan mebawakan Al Kitab:
– Ridha dan pahalaNya adalah tumpuan dan harapan umat Islam, tetapi yang sering terjadi adalah membaca / bacaan dan cara membacanya yang dibesarkan. Bukan berdo’a tetapi membaca do’a, bukan dengan nama Allah, tetapi terucapkan “dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Bukan mengingat Allah tetapi mengingat hajatnya.
– Pedoman dan cara prasyarat dari Allah serta RasulNya selalu terkalahkan oleh kebiasaan dan tujuan umat.
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ
“Katakanlah : “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas da’wahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. (QS. 38:86)
إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرٌ لِّلْعَـلَمِينَ
Al Qur’an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. (QS. 38:87)
وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ
Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur’an setelah beberapa waktu lagi. (QS. 38:88)”.
ذَلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّـلِحَاتِ قُلْ
لاَّ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
“Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh.Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (QS. 42:23)”.
فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ
“Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Qur’an). (QS. 74:55)
وَمَا يَذْكُرُونَ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ
Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Rob Yang patut (kita) bertaqwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun. (QS. 74:56)”.
أَمْ تَسْأَلُهُمْ أَجْرًا فَهُمْ مِّنْ مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُونَ
“Ataukan kamu meminta upah kepada mereka, lalu mereka diberati dengan hutang? (QS. 68:46)
أَمْ عِنْدَهُمُ الْغَيْبُ فَهُمْ يَكْتُبُونَ
Ataukah ada pada mereka ilmu tentang yang ghaib lalu mereka menulis (padanya apa yang mereka tetapkan) (QS. 68:47)”.
وَمَا عَلَيْنَا إِلاَّ الْبَلَـغُ الْمُبِينُ
“Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”. (QS. 36:17)
اتَّبِعُوا مَنْ لاَّ يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُّهْتَدُونَ
ikutilah orang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 36:21)”.
وَلاَ نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا وَلَدَيْنَا كِتَـبٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
“Kami (Allah) tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya. (QS. 23:62)”
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَاْلأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَـهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُّعْرِضُونَ
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS. 23:71)
أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Atau kamu meminta upah kepada mereka, maka upah dari Robmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezki Yang Paling Baik. (QS. 23:72)
وَمَا تَسْأَلُهُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرٌ لِلْعَـلَمِينَ
“Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam. (QS. 12:104)”.
يَـقَوْمِ لاَ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (QS. 11:51)”.
قُلْ مَا سَأَلْتُكُمْ مِّنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى اللَّهِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Katakanlah: “Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu.Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. 34:47)”.
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِلاَّ مَنْ شَاءَ أَنْ يَتَّخِذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلاً
“Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Robnya (QS. 25:57)”.
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَّا تَدْعُوا فَلَهُ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan jangan kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (QS. 17:110)”.
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfa’at bagi orang-orang yang beriman. (QS. 51:55)”.
فَذَكِّرْ فَمَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِكَاهِنٍ وََلا مَجْنُونٍ
“Maka tetaplah memberi peringatan disebabkan nikmat Robmu, kamu bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula seorang gila. (QS. 52:29)”.
نَّحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِجَبَّارٍ فَذَكِّرْ بِالْقُرْءَانِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ
Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al Qur’an orang yang takut kepada ancaman-Ku. (QS. 50:45).
وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ
“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka (orang kafir) tidak akan beriman. (QS. 36:10)
إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ
Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan takut kepada Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. (QS. 36:11)”.
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. 7:204)
وَاذْكُرْ رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلآصَالِ وَلاَ تَكُنْ مِّنَ الْغَـفِلِينَ
Dan sebutlah (nama) Robmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. 7:205)”.
وَلِلَّهِ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 7:180)”.
Tidak saja dalam cara mengkaji dan membaca Al Kitab terdapat kelalaian pada petunjuk / syarat dari Allah dan pedoman atau tata cara dari Rasulullah, tetapi dalam meneguhkan hati dengan do’a-do’a atau memperkaya diri dengan ilmu seringkali keluar dari jalan lurus, sehingga hasilnya ada yang beda dan bengkok meskipun dilaksanakan dengan lurus dan terjalin indah.
Banyak cara seseorang dijadikan panutan / ikutan, yang dianggap caranya membawa hasil. Perguruan, pedepokan, pondok pesantren dan tempat-tempat majelis taklim atau para ulama dan kiyainya memberikan pegangan yang dianggap prima, padahal cara / keberhasilan seseorang belum tentu terbukti / dapat dilaksanakan dan berhasil bagi yang lainnya. Sedangkan yang datangnya dari Allah merupakan sesuatu yang dijamin, dan janji Allah tidak akan meleset.
وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤْمِنٌ مِّنْ ءَالِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَـنَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلاً أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَـتِ مِنْ رَّبِّكُمْ وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ
“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia menyatakan: “Robku ialah Allah” padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Robmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu”. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (QS. 40:28)”.
الَّذِينَ يُجَـدِلُونَ فِي ءَايَـتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ الَّذِينَ ءَامَنُوا كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ
“(Yaitu) orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang. (QS. 40:35)”.
وَيُرِيكُمْ ءَايَـتِهِ فَأَيَّ ءَايَـتِ اللَّهِ تُنْكِرُونَ
“Dan Dia memperlihatkan kepadamu ayat-ayat; maka ayat-ayat Allah manakah yang kamu ingkari (QS. 40:81)”.
Dari awal kesalahan membawa dan membaca Al Kitab, karena begitu teguh dan pasti menetapkan bahwa Al Mushhaf itu Al Qur’an, tidak mau dikatakan apalagi, pokoknya dia hanya mengerti dan memahami demikian. Tidak terfikirkan cara Rasulullah yang begitu menderita dan kepayahan dalam saat-saat menerima / kemasukan wahyu. Tidak terfikirkan bahwa Allah itu tidak mungkin menciptakan sesuatu yang mati.
Pada zaman sekarang ini bagi manusia yang mau yakin dan mengisi keyakinan adalah hal yang mudah sekali, karena Al Mushhaf telah begitu luas diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia. Mengerti dan memahami dahulu baru ada garis keyakinan yang dapat dibina dalam diri ini.
Dekat dan kenalkan diri anda kepada Al Kitab, pasti Al Qur’an mengenal anda.
Apakah masih ada di luar ketetapan Allah sesuatu yang lebih bagus dan lebih benar ? Allah Maha Bijaksana …. cara dan ketetapan Allah yang mana yang dapat anda lemahkan / kecilkan dengan ucapan “tetapi lebih baik ……..”.
وَمَا تَأْتِيهِمْ مِّنْ ءَايَةٍ مِّنْ ءَايَـتِ رَبِّهِمْ إِلاَّ كَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ
“Dan tak ada satu ayatpun dari ayat ayat Rob sampai pada mereka, melainkan mereka selalu berpaling dari padanya(mendustakannya). (QS. 6:4)”.
وَلَوْ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ كِتَـبًا فِي قِرْطَاسٍ فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ لَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلاَّ سِحْرٌ مُّبِينٌ
“Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata:”Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”. (QS. 6:7)”.
Ini ayat yang membuktikan bahwa Al Kitab bukanlah tulisan dan sungguh akan dihinakan kafirun apabila Allah menurunkan mahluknya semulia Al Qur’an hanya dalam bentuk sebatas kertas dan tulisan, lalu dapat dipegang oleh tangan-tangan manusia.
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَـبَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَـذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لََّهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis (mencetak) Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya:”Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan. (QS. 2:79)”.
قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Katakanlah: “Barang siapa menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkan (Al Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. 2:97)”.
يُنَزِّلُ الْمَلَـئِكَةَ بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنْذِرُوا أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنَا فَاتَّقُونِ
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu:”Peringatkanlah olehmu sekalian,bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertaqwa kepada-Ku”. (QS. 16:2)”.
وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَـبٍ وَلاَ تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لاَرْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Qur’an) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang memgingkari(mu). (QS. 29:48)
بَلْ هُوَ ءَايَـتٌ بَيِّنَـتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَـتِنَا إِلاَّ الظَّـلِمُونَ
Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim. (QS. 29:49)
وَقَالُوا لَوْلاَ أُنْزِلَ عَلَيْهِ ءَايَـتٌ مِّنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّمَا اْلآيَـتُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُّبِينٌ
Dan orang-orang kafir Mekkah berkata:”Mengapa tidak diturunkan kepadanya mu’jizat-mu’jizat dari Robnya?” Katakanlah:”Sesungguhnya mu’jizat-mu’jizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata”. (QS. 29:50)
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasannya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur’an) sedang dia dibacakan kepada mereka. Sesungguhnya di dalam (Al Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (QS. 29:51)”
مَّنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ يَوْمَ الْقِيَـمَةِ وِزْرًا “Barangsiapa yang berpaling daripada Al Qur’an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat, (QS. 20:100)”.
Persoalan lain jalan kerumitan dalam ber-Din ialah adanya dusta, kemungkaran dan kelalaian yang tidak kentara. Para Kiyai, ulama dan ustadz / guru atau pendakwah, selalu sibuk dengan merangkai kata dan bahasa, dan karena kesibukannya tersebut langkah salah tidak diperiksa, apalagi bila cara dan keadaan telah ditanggapi baik oleh masyarakat yang fanatik, maka perilaku beragama sudah tidak terarah kepada Yang Satu. Jamaah dan para santri lebih takut kepada Kiyai atau guru lebih takut kepada penguasa atau kepada porsi kehidupannya, tidak ada ketakutan kepada Allah. Kemudahan-kemudahan yang telah dikaruniakan Allah sudah tidak biasa dikecap, karena sudah cukup mendengar daripada membaca, padahal terjemahan dan tafsir sudah tersebar luas.
فَإِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Kami mudahkan Al Qur’an itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran. (QS. 44:58)”.
Rasa kebersamaan memang sangat menonjol dalam hidup ber-Din, namun jangan lupa bahwa Allah memberikan petunjuk kepada seseorang dan untuk dirinya sendiri.
إِنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ فَمَنِ اهْتَدَى فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur’an) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggungjawab terhadap mereka. (QS. 39:41)”.
Bahasa dan tulisan atau cara menyampaikan dengan bahasa dan tulisan memang perlu dipelajari, tetapi dalam menghadapi manusia yang sudah tidak buta aksara dan pandai menulis cara mengaji (membaca) harus diubah menjadi “mengkaji”, lalu mendorong mereka untuk membaca; membaca yang diperintahkan Allah.
Jangan segala sesuatu harus dikaitkan dengan guru atau harus ada gurunya. Karena bila tidak terhadirkan usaha orang lain, lalu usaha sendiri sangat diyakini (percaya kepada diri sendiri) maka akan lebih terasa suatu kemenangan / keberhasilan dan “keyakinan” adalah benar-benar datangnya dari Allah, tanpa melalui tangan-tangan orang lain. (Ingat Rasulullah tidak berguru kepada manusia).
Penafsiran terhadap ayat Allah: “Allah meninggikan manusia berilmu beberapa derajat”. Perlu digaris bawahi “berilmu”, ialah ilmu yang mana. Karena pada hakekatnya dan ketetapan Allah, bahwa si Kafirun yang berilmu pengetahuan dan teknik tinggi, tetapi nasib dan derajatnya sebatas “binatang”. Apakah kita akan berkiblat kepada ilmu manusia binatang ?
Atau dapat dikategorikan, dikumpulkan kepada ilmu kezaliman, meskipun kita di bumi ini sudah merasa ketinggalan dan harus menyatakan bahwa para cendekiawan Islam itu telah didasari dengan ilmu-ilmu mereka.
Manusia yang disebut sebagai “cendekiawan muslim” atau “cendekiawan Islam” tidak dapat terjadi dengan embel-embel ilmu manusia kafir dan kezaliman.
Bila ada ilmu komputer maka Allah lebih dahulu menciptakan ilmu komputer itu untuk hamba-hambaNya. Cendekiawan Islam perlu menggali dan mendapatkan petunjuk Allah untuk dapat dikaruniaiNya ilmu komputer Allah, walaupun ada kemungkinan sesuatunya dapat serupa tetapi tidak sama, cara dan alatnya tidak akan jauh berbeda tetapi ilmu Allah adalah hidup dan menuju kepada kehidupan yang diridhaiNya.
Ilmu yang didakwahkanpun pasti ilmu yang hidup, karena demikianlan Allah menciptakan dan menurunkan kepada hambaNya. Kiyai dengan ilmunya yang mati jelas bukan hamba Allah, cendekiawan dengan ilmu kafirun dan kemanusiaan jelas-jelas bukan cendekiawan Islam. Ini prinsip yang akan dijadikan manusia berilmu yang akan dilebihkan derajatnya oleh Allah.
Begitupun dalam arti keagungan dan kemuliaan manusia berbahasa Arab, tidak sementara manusia-manusia Arab dan berbahasa Arab itu lebih derajatnya dari yang buta bahasa Arab atau bukan orang Arab. Allah Maha Kuasa untuk melimpahkan petunjuk-Nya, ilmu-Nya, hidayat-Nya kepada hambaNya di luar Arab atau kepada manusia yang tidak pandai bahasa Arab.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَـكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. 49:13)”.
Dalam hal ini kita tarik dasar utamanya ialah :
1. Kehendak-Nya
2. Ketetapan-Nya
3. Kodrat-Nya
4. Kesucian, keimanan dan keyakinan
5. Keikhlasan, ke-Islaman dan ke Khusyu’an
Lima dasar ini akan membina derajat seseorang dalam Islam untuk memperoleh ilmu Allah, dalam kata lain, cendekiawan Islam adalah mereka yang berdasar diri dan berilmu di dalam lingkungan syari’at, cara dan tujuan Allah.
Bukanlah Al Qur’an apabila yang membawanya bukan Malaikat Jibril, bukan Al Qur’an bila datangnya bukan dari Yang Maha Ghaib, bukan Kitab-Nya bila masih disifati buku bacaan kemanusiaan. Utamanya, Al Qur’an adalah mahluk ghaib, diluar itu bukan Al Qur’an, hanyalah cara catatan, sistematika dan sunnah manusia dalam hasrat pertemuan dirinya dengan Al Qur’an.
Membaca, menguraikan atau menafsirkan Al Mushhaf tergantung niat kita. Tidak sementara orang yang shalat dan membaca ayat-ayat Allah dikuburan dikatakan klenik, tetapi meyakini Al Mushhaf dapat mendatangkan ilmu atau membaca ke Araban catatan Al Qur’an dapat menghadirkan kemungkaran dalam bentuk klenik terselubung atau nyata.
“Orang yang pandai berbahasa Arab atau manusia dari bangsa Arab sekalipun, belum tentu dapat membaca Al Qur’an atau kehadiran Al Kitab itu, belum tentu petunjuk Allah datang kepadanya, karena Allah menetapkan manusia taqwa adalah hambaNya yang lebih dekat kepada Allah”.
Tumbuh “pengertian” dan “keyakinan” nyatanya setelah ada pemahaman, terjemahan dan membaca / mengkaji yang dalam / luas, apalagi hal “ke-ikhlas-an”, “penyerahan diri kepada Allah”, “Islam”, “Jihad” dan “beramal ma’ruf nahi munkar” tidak meminta keharusan bagi orang yang berbahasa Arab atau orang Arab, karenanya ketetapan Allah menyatakan “Al Qur’an ini bagi seluruh Semesta Alam”.
Gunung dan burung serta semua mahluk di alam semesta ini selalu bertasbih:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَوَاتُ السَّبْعُ وَاْلأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِّنْ شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لاَ تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. 17:44)”.
فَفَهَّمْنَـهَا سُلَيْمَـنَ وَكُلاًّ ءَاتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُدَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ وَكُنَّا فَـعِلِينَ
“maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum(yang lebih tepat): dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya. (QS. 21:79)”.
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَـفَّـتٍ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَـتَهُ وَتَسْبِيحَهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Tidakkah kamu tahu bahwasannya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) shalat dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. 24:41)”.
Apakah mereka bertasbih dengan menggunakan bahasa Arab ? Ayat Allah menjelaskan “hanya saja manusia tidak mengetahui cara berzikir mereka”.
Begitu pula bahasa para malaikat; Jibril dapat berkomunikasi / berbicara dengan malaikat lainnya, lalu dapat berkomunikasi dengan manusia / Rasulullah. Apakah setelah manusia itu dapat berbahasa / tulis Arab maka Jibril akan menurunkan ayat-ayat Allah (Al Qur’an) kepada hatinya ?
Pengertianlah yang akan membawa kepada “keyakinan”, dan keyakinan itulah yang akan membawa wadah petunjuk. Keyakinan inilah yang sulit berkembang dalam diri manusia Islam yang beriman. Inilah kemunduruan, karena keyakinan tiada, kata-kata tauhid jadi kosong, kalimat taqwa jadi tiada arti.
Bila uraian ini dapat dimengerti, bukanlah maksudnya untuk mengecilkan bangsa dan bahasa Arab, tetapi kesalah kaprahan umat Islam di Indonesia harus dikoreksi sejelas-jelasnya.
Rasulullah Muhammad adalah utusan Allah, di luar dia manusia-manusia Arab sama dengan bangsa lainnya, diukur dan dinilai dengan ketaqwaannya
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَـكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. 49:13)”.
Dari segi lain ayat-ayat Allah meluas meliputi batasan ruang langit dan bumi, di antara semuanya itu ada yang jadi ayat-ayat Al Qur’an, ayat yang jadi petunjuk, pembeda dan penjelasan, tidak hanya apa yang terjadi dan terdapat di negeri Arab atau di lingkungan kehidupan bangsa-bangsa Arab. Dihadapan Allah semua ciptaanNya dapat berbicara, menjelma dalam suara. Di dalam kuburpun para malaikat berbicara / memeriksa. Apakah si kafir dan si mungkar, si munafik atau si mati bangsa lain akan di gugah dengan suara dan bahasa Arab ?
Din Islam, Din Allah dan Al Qur’an akan dapat menterjemahkan, bukan saja dari bahasa satu ke bahasa yang lainnya, tetapi terjemahan yang sangat luas dalam arti sehari-hari dalam kamus manusia / bahasa. Apalagi bila kita telah meyakini bahwa ayat Allah adalah hidup dan berupa mahluk ghaib.
Kelangkaan alat penterjemah ini dapat diungkapkan setelah manusia mencoba membuat robot yang dapat diprogramkan utnuk mengolah lebih dari satu bahasa.
Dalam uraian keghaiban, anda akan bertemu dengan satu pengalaman seorang Indonesia yang dapat kemasukan roh / manusia mati dari bangsa Arab atau orang Amerika atau dari Indonesia sendiri tetapi dari suku bangsa yang berbeda bahasa, namun keduanya dapat berkomunikasi atau saling mengerti. Begitu pula kehadiran malaikat, kehadiran ayat Allah, kehadiran Al Qur’an dan mahluk halus lainnya, semuanya dapat saling tukar pengalaman dan pendapat, atau saling memberi tahu cara mendapatkan keagungan serta hidayah Allah.
كَذَلِكَ نُصَرِّفُ اْلآيَـتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ
“Demikianlah Kami mengulangi ayat-ayat (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (QS. 7:58)”.
حَتَّى إِذَا جَاءُوا قَالَ أَكَذَّبْتُمْ بِآيَـتِي وَلَمْ تُحِيطُوا بِهَا عِلْمًا أَمَّاذَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Hingga apabila mereka datang, Allah berfirman: “Apakah kamu telah mendustakan ayat-ayat-Ku, padahal ilmu kamu tidak meliputinya, atau apakah yang telah kamu kerjakan?”. (QS. 27:84)”.
MUTLAK DAN MURNI
Bagian 6
Keghaiban
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَـتِ اْلأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَـبٍ مُبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 6:59)”.
وَمَا مِنْ غَائِبَةٍ فِي السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ إِلاَّ فِي كِتَـبٍ مُّبِينٍ
“Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. 27:75)”
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَـنِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَـنِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَـكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:21)”.
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَّـمُ الْغُيُوبِ
“Katakanlah: “Sesungguhnya Rob-ku mewahyukan kebenaran. Dia Maha Mengetahui segala yang ghaib”. (QS. 34:48)”.
Adalah suatu hal yang wajar apabila dalam persoalan keghaiban tidak terpecahkan, walaupun harus dapat disadari dan dimengerti atau masuk akal; karena dalam masalah ghaib bukan otak atau ratio yang bicara tetapi perasaan dan akal yang dihias oleh iman. Bukan hanya keyakinan yang datang, tetapi kesatuan dari ketiga unsur kekuatan yaitu kemuliaan, keagungan dan kesaktian.
Islam atau din langit yang kita yakini sebagai din Allah, adalah risalah yang penuh dengan keghaiban. Bukan karena asalnya dari Yang Maha Ghaib tetapi memang berpangkal dan berujung pada masalah ghaib dan keghaibannya.
Kata / istilah “penjelmaan” kerap kali terlontarkan kepada hal yang ghaib datang kembali kepada hal yang nyata. Atau sesuatu yang telah sirna dapat kembali hadir ditengah-tengah kita seperti keadaan sebelumnya, atau datang dengan keadaan nyata dalam bentuk nyata yang lain.
Tetapi adakalanya penjelamaan yang ghaib itu ditafsirkan adanya penempelan / pemasukan ke dalam sesuatu bentuk nyata, dimana yang ghaibnya itu tidak diketahui dan tidak difahami terlebih dahulu. Apakah itu asalnya dari yang nyata telah menjadi ghaib atau memang benar-benar dari yang ghaib seutuhnya (keasliannya).
Apabila ada seseorang yang telah mati lalu menjelma dalam tubuh manusia ain disebut “inkarnasi” atau menjelma pada mahluk lain / binatang disebut “Re-inkarnasi”.
وَقَالُوا أَئِذَا كُنَّا عِظَـمًا وَرُفَـتًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا
Dan mereka berkata: “Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru” (QS. 17:49)
قُلْ كُونُوا حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا
Katakanlah: “Jadilah kamu sekalian batu atau besi, (QS. 17:50)
فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَّا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَـسِئِينَ
Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina”. (QS. 7:166)
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِّنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولـئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
Katakanlah:”Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik ) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, diantara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi (dan orang yang) menyembah Taghut”. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (QS. 5:60)
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لاَ يَعْقِلُونَ
Sesungguhnya binatang (mahluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun. (QS. 8:22)
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman. (QS. 8:55)
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى اْلأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَـتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. 7:176)
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لاَ يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَـئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَـئِكَ هُمُ الْغَـفِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergukan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7:179)
Jarang sekali ada ceritera bila yang menjelma itu belum dianggap mati (mati jasmaniah) atau sirna dari lingkungan masyarakatnya.
Betapa terima kasih kita kepada mereka yang telah dapat mengungkapkan keghaiban dan kebathinan, walaupun di antara mereka belum merasakan adanya alat / pancaindera untuk mengungkapkan lebih dalam mengenal keghaiban di dalam bobot keagamaan; merekalah yang telah mendapat sarana atau prasarana untuk menjemput petunjuk Allah, Hidayah-Nya, atau dapat menerima pelajaran din seutuhnya dalam din Islam yang murni.
وَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ أَنْ يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَـبَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. (QS. 4:113)
فَلاَ أُقْسِمُ بِمَا تُبْصِرُونَ
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. (QS. 69:38)
وَمَا لاَ تُبْصِرُونَ
Dan dengan apa yang tidak kamu lihat. (QS. 69:39)
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
Sesungguhnya ini benar-benar perkataan Rasul yang mulia. (QS. 69:40)
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلاً مَّا تُؤْمِنُونَ
dan ini bukanlah perkataan orang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. (QS. 69:41)
وَلاَ بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ
Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. (QS. 69:42)
تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَـلَمِينَ
(Perkataannya adalah wahyu) yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. (QS. 69:43)
وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْءَانَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ
Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. (QS. 46:29)
قَالُوا يَـقَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَـبًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ
Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. (QS. 46:30)
يَـقَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَءَامِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. (QS. 46:31)
وَمَنْ لاَ يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي اْلأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُونِهِ أَولِيَاءُ أُولَـئِكَ فِي ضَلََـلٍ مُّبِينٍ
Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah.Mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (QS. 46:32)
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلَمْ يَعْيَ بِخَلْقِهِنَّ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى بَلَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati ? Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 46:33)
Di dalam masalah ghaib di dalam risalah din Islam, adanya mahluk ghaib yang dapat menyentuh mahluk Allah yang disucikanNya, bukan ungkapan manusia, tetapi dijelaskan dan diungkapkan Allah langsung. Menjelmanya kemukjizatan ke dalam tingkat, ke dalam bahasa, ke dalam cahaya, ke dalam raga.
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَـكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَـكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاَءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu’min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Pendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 8:17)”.
قَـتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ
“Perangilah mereka (kaum musyrik, kemusyrikan, kekafiran, kefasikan), niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadapa mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, (QS. 9:14)”.
Bukan sekedar sesuatu yang sudah mati lalu ruh-nya atau jasad halusnya masuk keraga seseorang / mahluk yang hidup (masih berfungsi kemanusiaan).
Selanjutnya, ada hal ghaib yang menjelma dalam keghaiban, ialah sesuatu yang hidup ghaib dapat menyentuh mahluk ghaib lainnya.
Kalau Asmaa-ul husna Allah dapat menjelma dalam suara, cahaya dan ruh, atau sifat Allah menjelma pada Asmaa-ul husna-Nya lalu menjelma / menyentuh seseorang yang disucikanNya, itu artinya bahwa orang itu telah menjadi jelamaan ayat Allah itu sendiri. Ayat Allah dapat manjelma.
وَمِنْ ءَايَـتِهِ خَلْقُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِنْ دَابَّةٍ وَهُوَ عَلَى جَمْعِهِمْ إِذَا يَشَاءُ قَدِيرٌ
“Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya. (QS. 42:29)”.
وَلَوْ أَنَّ قُرْءَانًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ اْلأَرْضُ أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَى بَلْ لِلَّهِ اْلأَمْرُ جَمِيعًا
“Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentu Al Qur’an itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. (QS. 13:31)”.
Hal serupa ini akan sulit dimengerti dan menerangkannyapun akan sulit apalagi mengungkapkan dengan ucapan, mencari kata dengan tulisan atau bahasa dan gambarannya; karena ini menyangkut martabat din itu sendiri yang amat rawan dikaji dan disadari.
Ghaib didalam yang ghaib, berlapis keghaiban dan penuh hal-hal yang ghaib ….. dan berujung pangkal kepada Yang Maha Ghaib.
Sungguh telah dapat diraba, bahwa di dalam umat Islam sangat dangkal sekali pengisian diri dan yakinnya pada “kepercayaan yang ghaib”. Mereka hanya tahu satu-satu mahluk ghaib atau menatap apa yang tidak dapat dilihat dan diraba itu adalah “ghaib”. Mereka tidak mau tahu apa yang teruraikan di atas. Dapat terbentur kepada “hanya Allahlah yang mengetahui hal-hal ghaib dan keghaiban”, mereka tidak mau meminta ilmu keghaiban dari Allah.
Piciknya cara beragama mereka dalam mengisi “Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyantun”, Dia Maha Menerima doa dan mengabulkan doa.
Ilmu pengetahuan hal yang ghaib tidak akan dapat dikejar di lain risalah dengan peralatan bukan qalam Allah, kecuali dalam Islam, yang patut dimengerti dengan hak dan pantas diyakini dengan kebenaranNya.
قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا لَهُ غَيْبُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ مَا لَهُمْ مِّنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا
“Katakanlah: “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain daripada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan”. (QS. 18:26)
Pada diri seorang mukmin akan berlapis / berlipat keghaiban. Suara, gerak hati, gerak anggota badan, sorot dan kedipan mata, tiupan nafas, semuanya penuh dengan hal ghaib dan keghaiban. Nur atau cahaya saja dapat berlapis-lapis atau mempunyai kekuatan yang berbeda-beda.
Ada masalah ghaib yang dapat menggaibkan hal yang nyata. Hidup dengan cahaya, hidup tapi telah menerjang / merasakan kematian, atau telah merasakan beberapa kali kematian; sampai disitukah kekuasaan Allah ?
Sudah jelas, kita tidak dapat mengukur dan membahasnya !
مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar. (QS. 3:179)”.
وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ
Dan Dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. (QS. 81:24)
Dari segala lapis dan macamnya keghaiban, akhirnya terhadirkan kerahasiaan-kerahasiaan Alam, mahluk, dan ujungnya adalah kerahasiaan Allah, seperti halnya Al Qur’an, Din, Taqwa, Shalat, Shabar, Ikhlas, Suci, Mulia, Kemenangan, Keuntungan, Agung Kudus, Hidup, Sifa, Safaat dan lain sebagainya.
Kulit ari yang terjadi dari 12 (duabelas) lapisan, masih pula dibentangkan oleh Allah tentang dia mendinding manusia dengan hatinya. Dindingnya apa ?
Kita membicarakan hal yang ghaib dalam menguraikan kesalah kaprahan umat Islam terhadap Al Qur’an, karena tidak memilikinya pengetahuan tentang keghaiban inilah banyak menghalangi usaha mukmin membongkar thema, kesan, pesan dari apa yang tersirat dan terungkapkan dalam catatan Al Mushhaf mengenai kejadian, kisah, pernyataan daripada ayat-ayat Allah. Hal ini merupakan hambatan yang sampai saat ini belum terbiasakan untuk dibebas gamblangkan, karena mengetahui Al Qur’an bukan dari Allah / ayat Allah tetapi dari nenek moyangnya, tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa wahyu.
Marilah kita coba mengerti kepada keghaiban yang diungkapkan ayat-ayatNya.
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَـتِ اْلأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَـبٍ مُّبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melaimkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 6:59)”.
وَمَا مِنْ غَائِبَةٍ فِي السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ إِلاَّ فِي كِتَـبٍ مُّبِينٍ
“Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. 27:75)”.
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَوةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ
أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيٌّ وَلاَ شَفِيعٌ وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لاَ يُؤْخَذْ مِنْهَا أُولَـئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ
“Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main main dan sendau gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al Qur’an itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak (pula) pemberi syafa’at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu. (QS. 6:70)”.
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ ّمِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
“Kami berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. 2:38)”.
Betapa merupakan suatu keharusan dalam mengokohkan iman kita sebagai umat Islam ialah “percaya kepada yang Ghaib”, “percaya kepada Kitab-kitabNya (Al Qur’an) dan percaya kepada malaikat”, lalu dihimpun dalam keyakinan “percaya kepada Yang Maha Ghaib”. Percaya kepada Rasul dan Nabi Allah adalah manifetasi diri ini sebagai umat dan diamanati risalahNya. Kita bukan percaya / iman kepada Muhammadnya, Nuhnya, Daudnya, Musanya, Ibrahimnya, dst, karena semua utusan Allah itu adalah mahlukNya dan tidak berlebih dalam kemanusiaannya. Kerasulan, kenabian dan keutusannya itulah yang jadi sendi iman, dimana semuanya itu adalah ghaib dan keghaiban.
Begitu pula “percaya kepada Hari Kemudian”. Kita diminta iman kepada adanya hari “Pembalasan”, bukan diminta iman kepada HARI atau waktunya. Pembalasan mengandung arti perhitungan, timbangan dan pahala, yang semuanya ini terjadi dari pada kehendak, ayat dan kemenangan besar yang dikaruniakan Allah. Keghaibannya pulalah yang kita terima, dimana semua yang akan dinikmati adalah jelmaan dari pada ayat-ayat Allah di negeri Akhirat; Alam Kenikmatan, alam yang tidak dapat dikhayalkan dan tidak dapat diminta data / cara prosesnya.
Juga dalam hal mendapatkan pahala dari Allah, yang Maha Ghaib lebih dahulu wajib diyakini adanya, lalu dilayani oleh mahluk ghaib lainnya yang dzatnya ghaib (malaikat).
Musuh yang akan menghancurkan pahala dari Allahpun jelas keghaiban dan dari mahluk zat ghaib (syaitan) yang datang dengan keghaibannya (langkah-langkah keghaiban yang merusak : syirik, riya’, takabur, berbangga, mewah, lancang, congkak, mungkar, munafik, musyrik, fasik, dzalim) dan tidak menghadapkan langkah-langkahnya sejalan ayat-ayat Allah (jalan lurus). Musuh Al Qur’an-pun manusia-manusia yang pandai dalam hal menuangkan keghaiban (kebathinan – ilmu ghaib yang tidak didasari Al Qur’an), ahli syair, ahli sihir, pembicara yang hanya pandai bicara.
Berhasil atau tidaknya hidup dan kehidupan umat Islam ialah dengan terisi atau tidaknya hal-hal keghaiban dan bersatunya diri dengan yang ghaib, kecuali syaitan yang selalu lekat dan dapat jauh dengan ayat-ayat Allah (Kitab-Nya). Pokok din adalah “ikhlas”, yaitu keghaiban yang menjadi rahasia Allah dan dititipkan kepada orang yang dipilihNya.
Telah sama-sama kita ketahui bahwa dikala badan terbaring di liang lahatpun hanya iman yang menemani kita di kubur; iman dan amal ma’ruf serta ilmu. Cara dan alat penangkap ayat-ayat Allah-pun ghaib, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati, lalu dipakai kalamNya seperti: fitrah, sihir, perasaan, kemauan, fikiran, akal, ilmu, petunjuk, wahyu / firman dan ad din.
Didalam segi yang mana anda belajar risalah Allah yang dibawa oleh para Rasul-Nya yang tidak menghadapkan dengan ghaib dan keghaiban?
Tetapi betapa dangkalnya pemahaman keghaiban dan sungguh fitnah lebih banyak kepada yang ghaib tersebut. Inilah warna ke-aku-an umat Islam, bukan warna ad din yang dihiaskan kepada kesatuan dan persatuan serta dirinya.
Adapun yang kita sertakan dalam hidup dan kehidupan seperti halnya istri, anak, cucu, harta benda, tahta dan kekuasaan dunia, hanyalah hiasan saja. Begitupun ilmu pengetahuan dan teknik tingginya manusia, hanyalah hiasan kezaliman, karena masih berwarna keduniawian.
Kekuatan dan keberuntungan umat Islam ialah bila mereka telah bersatu dalam kesatuan dan persatuan di antara hati-hati mereka, dengan keghaiban, dengan mahluk-mahluk ghaib dan mendapatkan keghaiban yang disebut : kemuliaan, keagungan, keberuntungan, kejayaan, kemenangan dari Allah, ialah kemenangan dengan tidak mengalahkan mahluk-Nya, tetapi memahami semua mahhlukNya, karena semua mahluk Allah itu adalah ayat-ayatNya.
– Ke-ghaiban yang mana yang anda rasakan menyertai diri ini ?
– Apakah benar keghaiban yang dibawa risalah Allah dan dari Allah yang hadir dalam hidup dan kehidupan kita ini ?
Mari kita coba memahami ayat-ayatNya, sesuatu yang ghaib dan diawasi oleh yang ghaib pula. Sebagai umat Islam tidak terlepas diri dari yang ghaib dan keghaiban.
Apabila anda telah dapat memahami hal ini, anda akan termasuk manusia yang mengerti akan adanya kebangkitan umat Islam atau menyadari segi-segi utama kemunduran umat Islam selama ini. Lima belas abad hampir dilupakan orang.
Ad Din keghaiban ini adalah agama yang menerangkan, menghadirkan dan diberkahi dengan keghaiban-keghaiban yang diciptakan Allah Yang Maha Pencipta.
Apakah risalah Agama Langit yang diturunkan Allah membicarakan hidup dan kehidupan itu dari segi ghaib dan keghaibannya ?
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْءَانٍ وَلاَ تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَلاَ أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلاَ أَكْبَرَ إِلاَّ فِي كِتَـبٍ مُّبِينٍ
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupu di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar daripada itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 10:61)
أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 10:62)
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. (QS. 10:63)
لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلآخِرَةِ لاَ تَبْدِيلَ لِكَلِمَـتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (QS. 10:64)
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَـثَةٍ إِلاَّ هُوَ رَابِعُهُمْ وَلاَ خَمْسَةٍ إِلاَّ هُوَ سَادِسُهُمْ وَلاَ أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلاَ أَكْثَرَ إِلاَّ هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّـئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَـمَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Tidakkan kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tidak (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 58:7)
مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar. (QS. 3:179)
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ اْلأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ اْلإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَـئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, (QS. 49:7)
فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 49:8)
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلاَّ أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلَـئِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ ءَايَـتِ رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ ءَايَـتِ رَبِّكَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ ءَامَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ
Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka, atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfa’at lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: “Tunggulah olehmu sesungguhnya kamipun menunggu(pula)”. (QS. 6:158)
Jawabannya adalah “YA”, karena dalam agama langit ini hanya akan diberikan kedudukan dan pahala bagi sesuatu itu berdasarkan keghaiban. Tidak melihat wajah, bentuk dan pakaian atau zat hiasannya. Besi dan baja atau benda yang lebih keras dari itu dihadapan ayat-ayatNya dapat lemah, meleleh, apalagi dihadapan Allah nanti, mereka akan pandai berbicara.
Apa-apa yang di langit dan di bumi tidak ditunjuk / dilihat benda dan zatnya atau tempat benda / zat itu, tetapi arah manfaat dan proses penggunaannya yang diberi nilai dan pahala.
Golok yang didapat dengan cara dibeli dan golok yang diperoleh dengan cara mencuri akan sama zat / bendanya, tetapi arah manfaat dan proses penggunaannya akan berbeda, kesan dan pesan atau berkas yang akan / dapat terjadi dihardik dengan ayat-ayat (nasihat) keghaiban sehingga dapat perhitungan nilai dan pahala. Yang kita tuju adalah keridhaan Allah, padahal ditanganNya segala keridhaan, izin dan kehendak. Mahluk yang diciptakan akan digerakkanNya.
Bila air, minyak dapat menempel pada golok, lalu panas, sinar atau suara (pita, metal, kawat, telepon, stroom) dapat disimpan, maka kesaktian, kekuatan, maupun kemukjizatan dapat lekat (bersenyawa) di sana. Apalagi ayat-ayat Allah yang diciptakan hidup sebagaimana mahlukNya, Al Qur’an, yang dapat disentuhkan kepada mereka yang telah disucikan Allah.
Bukan hal yang naif dan kotor bila ada keris mempunyai kekuatan dan terbalut cahaya / ayat dari para mahlukNya, atau ayat Allah menjelma / inkarnasi pada benda alam atau pada mahluk lainnya, lalu manusia mempertahankan memelihara dia sebagai mahluk yang diberi nama. Dalam hal ini, ad din melihatnya (memberi pengertian dan batasan) dari segi arah manfaat dan proses penggunaan di jalan-Nya.
Allah selalu mengemukakan pilihan dalam din-Nya, diantaranya Dia tidak menyukai manusia berbuat kekejian, kekotoran dan berbuat kerusakan apa itu di arena kenyataan ataupun di alam / lingkungan ghaib / keghaiban. Dalam hal ini manusia beriman dihadapkan kepada ilmu Fitrah dan Ilmu Kodrat.
Kita tidak diperkenankan memuja keris atau meminta pertolongan kepada keghaiban atau mahluk ghaib yang ada di dalamnya, tetapi kitapun harus dapat memanfaatkan keris dan kekuatan mahluk yang ada di sana.
Secara kodrat dan fitrahnya, keris yang demikian adalah senjata untuk perang. (Allah telah mengkodratkan dan memfitrahkan pada sekeping logam itu untuk dijadikan senjata).
Allah menetapkan tongkat Nabi Musa sebagai senjata yang dapat menandingi kekuatan sihir, maka Allah menghadirkan pada tongkat itu kemukjizatan (keghaiban) yang mempunyai kodrat dan fitrah melawan sihir-sihir; tetapi dilain saat Allah menetapkan keghaiban lain pada tongkat NabiNya yaitu menjadikan lautan terbelah dengannya.
Apakah manusia Islam sekarang ini akan memburu tongkatnya atau kemukjizatan Allah yang dapat hadir dal menjelma di benda yang disucikan ?
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا فَإِنْ يَشَأِ اللَّهُ يَخْتِمْ عَلَى قَلْبِكَ وَيَمْحُ اللَّهُ الْبَاطِلَ وَيُحِقُّ الْحَقَّ بِكَلِمَـتِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Bahkan mereka mengatakan: “Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap Allah”. Maka jika Allah menghendaki niscaya Dia mengunci mati hatimu; dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak dengan kalimat-kalimat-Nya (al-Qur’an). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (QS. 42:24)
Kerapkali anda melihat kesalah kaprahan ini bahwa manusia memilih benda untuk dijadikan kemukjizatan; mereka memuja bendanya yang ditopang kekuatan, lalu lalai dan dusta kepada Yang Maha Dzat yang harus disembahnya. Tidak jarang ada manusia menyembah Malaikat atau Jin dan Ruh lainnya. Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa ilmu kodrat dan ilmu fitrah belum terfahami.
Bagaimana keadaannya jika sebuah keris yang bertuah harus berhadapan dengan robot yang telah dilengkapi dengan kekuatan magnit, listrik, atom, nuklir, sinar X atau sinar laser ? Apakah hal ini merupakan keanehan dan keajaiban di zaman sekarang ini ? Lalu manusia akan menyembah besi, menyembah robot dan begitu saja meninggalkan kesan ketakutan, kelemahan kemanusiaannya dan menyerahkan nasib kepadanya (robot) ?
Manusia mukmin akan dapat membuat sesuatu peralatan yang melebihi robot, dimana dalam kebendaannya diisi oleh mahluk-mahhluk yang berkekuatan lebih daripada sinar laser, listrik, nuklir dan lainnya, tidak hanya sebatas keris dengan aneka macam kesaktiannya.
Dan Allah telah memprogramkan dalam ciptaanNya seperti halnya mahhluk yang disebut Al Qur’an itu. Al Kitab ini dapat / mengandung bermacam-macam jenis kekuatan tanpa tanding yang tergolong pada rahmatNya, berkah, sifa (obat), kekuatan, kesaktian dan kemukjizatan, yang semuanya itu ghaib dan hidup. Lalu menetapkan proses penggunaannya dan arah manfaatnya disentuhkan kepada orang yang disucikan (manusia pilihan yang dapat mebawa dan mempraktekkan keghaiban-keghaiban tersebut).
Poros, sentral / pusat, sumber atau stasiun pengendali pasti ada. Karena itu Allah menjelaskan bahwa segala kunci-kunci keghaiban ada ditanganNya. Sembahlah Dia, bukan menjadikan hawa nafsu atau ilmu pengetahuan dan teknik sebagai tuhan. Istiqamah mental ialah pembinaan keghaiban kepadaNya.
Dari segi lain kita dapat mengambil contoh yang lebih sederhana dalam logika secara ratio manusiawi.
Minyak wangi dipercikkan ke baju yang dipakai seorang manusia. Mula-mula wanginya akan hilang, lalu minyaknya (zat cairnya) hilang, kemudian bajunya rusak dan hilang (aus), dan yang terakhir manusia yang tertempel / dipakaikan wangi, minyak, pakaian itu hilang / mati.
Ini suatu ceritera tentang barang-barang yang ditempelkan manusia itu sendiri. Bagaimana halnya dengan benda / mahluk hidup yang zatnya dari cahaya, ruh, suara atau ghaib dan halus, atau keghaiban setingkat rahmat, ayat dan berkah.
Apabila di dalam benda padat / cair itu terdapat zat / unsur lainnya yang merupakan kesatuan dan persenyawaan maka pada benda ghaibpun demikian halnya. Ada benda padat yang mengandung keghaiban atau benda padat yang dapat dighaibkan. Ada gas beracun udara yang mengandung gas, tempat – ruang yang berisi gas beracun atau mahluk yang berupa gas dan dapat mematikan mahluk lainnya.
Ilmu dan petunjuk Allah dihadirkanNya dalam ad din, dalam hidup dan kehidupan, dalam diri manusia yang melarutkan perikemanusiaannya kedalam Ad Din.
Begitulah Allah menciptakan manusia dengan keghaibannya, mata dengan penglihatannya, telinga dengan pendengarannya dan hati dengan kebathinannya. Tetapi harus difahami, ada manusia yang tidak bermata (matanya tidak berfungsi – buta) tetapi dapat melihat, telinganya rusak tetapi dia tidak pekak atau tuli terhadap ayat-ayat Allah. Dan nanti di hari Akhhir / Kiamat dan hari Hisab, keghaiban daripada mata yaitu penglihatan itulah yang diminta pertangung-jawabannya, dan mata hanya sebagai saksi.
Penglihatan, pendengaran dan hati akan diperiksa Allah dan diminta pertanggung jawaban. Bahkan akan lebih mengerikan bila manusia tidak mempergunakan ketiga unsur keghaiban itu, karena Allah sejajarkan mereka seperti binatang, bahkan lebih sesat daripada binatang. (lihat QS 8:22,55; 7:179).
Keghaiban dalam perilaku dan pekerjaan : contohnya mengambil mangga yaitu mencuri mangga dan memetik dengan perintah yang punya. Sifat pekerjaan pada “mencuri mangga” akan berbeda secara kegaibannya bila dibanding dengan pekerjaan kedua yang dilaksanakannya.
Keghaiban dalam bahasa / suara / percakapan : fitnah menjadi sifat tidak terpuji, malahan lebih kejam daripada pembunuhan.
Lebih utama lagi arti suara hati yang mensifati secara ghaib dan keghaiban, yaitu niat. Ibadat tiada pahala kalau tidak diawali dengan niat. Dengan niat berwudhu maka air dapat bersifat membersihkan. Semua ini mudah dimengerti.
وَلَقَدْ مَكَّنَّـهُمْ فِيمَا إِنْ مَّكَّنَّـكُمْ فِيهِ وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَـرًا وَأَفْئِدَةً فَمَا أَغْنَى عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلاَ أَبْصَـرُهُمْ وَلاَ أَفْئِدَتُهُمْ مِّنْ شَيْءٍ إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآيَـتِ اللَّهِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka tidak berguna sedikit juapun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya. (QS. 46:26)”.
خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَـرِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. 2:7)”.
Tiga alat vital dalam ber-din dan hidupnya manusia dalam din Allah ini seringkali tidak diasah, diasuh untuk mendapatkan perubaan yang diluruskan, yaitu menambah ketajaman penglihatan, pendengaran ataupun menguras hati dan membersihkannya dari dosa kecil ataupun kekotoran darah.
Bagi manusia yang telah disentuh ilmu ghaib atau ilmu kebathinan, sering kali kelebihan panca indera menjadi ciri utama, padahal yang sebenarnya Allah meneguhkan kedudukan seseorang hanyalah dengan cara menambah arah manfaat dan proses penggunaan ayat-ayat Allah dihadapkan kepada tiga alat vital tadi.
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. 17:36)”.
Acapkali manusia Islam masa kini merintis din dan meraba ayat-ayat Allah tidak dengan menggunakan ketiga bekal yang diberikan Allah tersebut, tetapi lebih condong dengan menggunakan panca inderanya.
سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلاَ ءَابَاؤُنَا وَلاَ حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِّنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلاَّ تَخْرُصُونَ
“Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan: “Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun”. Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami”. Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanya berdusta. (QS. 6:148)
قُلْ فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ الْبَـلِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ
Katakanlah: “Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya”. (QS. 6:149)”.
حَتَّى إِذَا جَاءُوا قَالَ أَكَذَّبْتُمْ بِآيَـتِي وَلَمْ تُحِيطُوا بِهَا عِلْمًا أَمَّاذَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Hingga apabila mereka datang, Allah berfirman: “Apakah kamu telah mendustakan ayat-ayat-Ku, padahal ilmu kamu tidak meliputinya, atau apakah yang telah kamu kerjakan?”. (QS. 27:84)
وَوَقَعَ الْقَوْلُ عَلَيْهِمْ بِمَا ظَلَمُوا فَهُمْ لاَ يَنْطِقُونَ
Dan jatuhlah perkataan (azab) atas mereka disebabkan kezaliman mereka, maka mereka tidak dapat berkata (apa-apa). (QS. 27:85)”.
Perasaan, kemauan, pikiran adalah ciri kemahlukan untuk menjamah ilmu-ilmuNya setara ilmu kodrat dan ilmu fitrah. Jadi, betapa salahnya bila agama beserta nilai dan pahalanya diraih dengan menggunakan perasaan. Penggunaan pikiran (ratio) saja tidak dapat terlepas dari pemeriksaan dan pengawasan akal, karena sesunggunya akal itulah daya tarik manusia terhadap ad din. Kelemahan akal manusia akan memberi kesan dangkal dalam cara dan pelaksanaan ad din
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَـئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَـئِكَ هُمْ أُولُو اْلأَلْبَـبِ
yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS. 39:18)
Dari titik awal penggunaan alat dan bekal kemanusiaan ini kitapun telah dapat memperhatikan tajam dan tumpulnya seseorang menterjemahkan keghaiban dan menerima kedudukan dirinya di tengah-tengah mahluk ghaib.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَالْبَـقِيَـتُ الصَّـلِحَـتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاًً
Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. 18:46)
يَـأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَـنِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَـنِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:21)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّـهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun.Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. 24:39)
أَوْ كَظُلُمَـتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَـهُ مَوْجٌ مِّنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِّنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَـتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا وَمَنْ لََّمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia tiada dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. 24:40)
Bagaimana pula mereka dapat bergaul dengan kegaiban dan mahluk ghaib, bila keghaiban pada dirinya sendiri tidak difahami / dimaklumi.
Manakala berbicara soal keghaiban, mahluk ghaib, kesaktian, kebathinan dan kehidupan manusia ber-din yang dilayani oleh Malaikat serta manusia yang berseteru dengan syaitan, yang mana tidak terlepas dari uraian ini semua. Marilah kita telaah dahulu perihal ruh, kekuatan atau kehidupan mahluk-mahluk di luar alam Allah yang dihuni manusia.
اللَّهُ يَتَوَفَّى اْلأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ اْلأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ َلآيَـتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Ia tahanlah jiwa (orang) yang telah ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir (QS. 39:42)
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لاَ يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلاَ يَعْقِلُونَ
Bahkan mereka mengambil pemberi syafa’at selain Allah. Katakanlah: “Dan apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?” (QS. 39:43)
قُلْ لِلَّهِ الشَّفَـعَةُ جَمِيعًا لَهُ مُلْكُ السَّمَـوَاتِ وَاْلأَرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuannya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudiaan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (QS. 39:44)”.
Dari segi ilmu pengetahuan din kita dapat menelaah “ruh” seseorang dengan berpangkal pada penjelasan Allah, bahwa Allah-lah yang menguasai semua ruh dan mengetahui ilmuNya. Soal ruh adalah urusanNya.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS. 17:85)
أَفَمَنْ هُوَ قَائِمٌ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ قُلْ سَمُّوهُمْ أَمْ تُنَبِّئُونَهُ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي اْلأَرْضِ أَمْ بِظَـهِرٍ مِّنَ الْقَوْلِ بَلْ زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مَكْرُهُمْ وَصُدُّوا عَنِ السَّبِيلِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya) Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah: “Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu”. Atau apakah kamu hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi, atau kamu mengatakan (tentang hal itu) sekadar perkataan pada lahirnya saja. Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan (oleh syaitan) memandang baik tipu daya mereka dan dihalanginya dari jalan (yang benar). Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka baginya tak ada seorangpun yang akan memberi petunjuk”. (QS. 13:33)
Namun demikian kita sebagai hambaNya (atau manusia mukmin yang dapat dikaruniai petunjukNya) dapat menggunakan pikiran untuk memahami kekuasaan Allah dalam urusan ruh ini. Ruh adalah mahluk ghaib yang dilekatkan pada diri manusia itu sendiri. Ruh / jiwa dapat difahami oleh manusia dengan mempergunakan fikirannya, karena dia (ruh) merupakan kesatuan ditubuhnya sendiri. Ilmu pengetahuan soal ruh itu akan didapat oleh manusia hanya sedikit, bila pikiran yang diajak membacanya. Tetapi lain halnya bila akal, agama dan kalam / ayat-ayat Allah yang diajak menterjemahkan, membaca dan memahaminya. Bahkan pendengaran, penglihatan dan hatipun dapat menyatu dalam pengertian ruh dapat bergaul seutuhnya dengan ruh.
Hal ini seringkali menjadi fitnah, dan tidak tersadari betul-btul bahwa umat Islam haruslah waspada terhadap ilmu pengetahuan soal ruh ini, karena datangnya hanya dari Allah dan hanya dalam batasan din-Nya yang harus diraih dengan pendengaran, penglihatan dan hati.
Ayat-ayat Allah dapat menjelma pada ruh-ruh suci, ruh yang tidak termasuk dalam golongan ruh manusia yang mati.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…… (QS. 3:185)”.
Ayat-ayat penjelasan ini harus dapat difahami bahwa ada ruh yang tetap hidup atau ada manusia yang tetap hidup atau ada manusia yang tetap hidup tetapi ruh dan dirinya hanya merasakan kematian yang datang kepadanya. “Merasakan” adalah mengalami tapi hanya selintas, hidup – mati dan hidup/dihidupkan lagi.
وَلاَ تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَـكِنْ لاَّ تَشْعُرُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. 2:154)”.
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Robnya dengan mendapat rizki. (QS. 3:169)
فَرِحِينَ بِمَا ءَاتَـهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا
بِهِمْ مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلاَّ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka. dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. Bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 3:170)”.
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيّيِنَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّـلِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقًا
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)”.
وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَـئِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلاً مَّا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ
“Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. 6:111)”.
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتـًا فَأَحْيَيْنَـهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَّثَلُهُ فِي الظُّلُمَـتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَـفِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya. (QS. 6:122)”.
يَـأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَءَامِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لََّكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 57:28)”.
اللَّهُ نُورُ السَّمَـوَاتِ وَاْلأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَوةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبَـرَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لاََّ شَرْقِيَّةٍ وَلاَ غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ اْلأَمْثَـلَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 24:35)”.
وَيْلٌ لِّكُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ
“Kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, (QS. 45:7)
يَسْمَعُ ءَايَـتِ اللَّهِ تُتْلَى عَلَيْهِ ثُمَّ يُصِرُّ مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لََّمْ يَسْمَعْهَا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
dia mendengar ayat-ayat Allah yang dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri khabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. (QS. 45:8)”.
Di dalam keghaiban dan menghadapi mahluk ghaib atau manusia yang telah dihidupkan Allah dengan cahayaNya, manusia Islam yang telah dirasuk oleh ratio / “kenyataan” sering terjadi salah kaprah, dimana tanpa disadari dirinya telah menanggalkan iman lalu berbuat kemungkaran terhadap ayat-ayat Allah. Mereka tidak segan dan sudah terbiasa menyatakan para Rasul, Nabi, Wali atau Shadiqin dan Syuhada mati dan tidak bangkit lagi, karena mereka telah berpegang kepada keterangan lain daripada penjelasan Allah. Dan jika ada manusia mukmin dapat kehadiran serta berbicara dengan yang telah mereka nyatakan mati, timbul kegoyahan pendirian sebagai seorang Islam dan iman dalam “percaya kepada yang ghaib” tidak terisi dengan ayat-ayat Allah. Sama halnya dengan kuatnya pendirian mereka bahwa Al Mushhaf itu adalah Al Qur’an, sebuah catatan yang diyakini sebagai mahlukNya.
Pada zaman penyelidikan ruang angkasa telah demikian majunya, ada bukti kapsul manusia yang terbuat sesuai pakaian badan dan mereka telah terbiasa makan zat cair. Kita perlu menyadari bahwa kapsul Allah bagi orang syahid dan mukmin dikala berbangkit / dihidupkan lagi ialah cahaya; cahaya yang berlapis cahaya, yang menjadikan manusia lain tidak kuasa melihat tetapi dia dapat hidup ditengah masyarakat manusia seperti biasanya.
Kekuasaan Allah telah didustakan, padahal ilmu pengetahuan mereka belum sampai kesana, bahwa cahaya Allah dapat menjadikan sesuatu ghaib dan berkeghaiban. Masih amat langka dalam umat Islam yang menyadari hal ini.
Bagaimanakah keyakinan anda terhadap malaikat yang menjelma manusia ?
Allah Maha Kuasa, Dia dapat menjadikan sesuatu yang nyata menjadi ghaib atau sebaliknya, atau hal yang ghaib menjadi lebih ghaib, menjelma dalam ghaib.
Bagaimana anda memikirkan adanya ruh jin, ruh syaitan, ruh Kudus, ruh Malaikat dan sebagainya ?
Keghaiban dalam keghaiban, dalam keghaiban dan dalam keghaiban lagi bagaikan cahaya yang berlapis-lapis, demikianlah penjelmaan-penjelmaan mahluk ghaib Allah untuk membuktikan kekuasaanNya yang tidak dapat dibicarakan dan diterangkan dengan kata-kata atau ilmu pengetahuan manusia.
Apakah kita akan berjihad dengan ilmu pengetahuan dan teknik manusia, lalu memberi penjelasan dengan apa yang timbul karena sebab akibat ?
Tidak terasa dalam kemunduran umat ini pengarahan para ulama dan kiyai serta cendekiawan Islam menjurus kepada kemunafikan dan kemungkaran, karena mereka tidak kuasa membongkar ilmu-ilmu Allah lalu condong kepada ilmu-ilmu orang kafir atau rasionil.
فَلاَ تُطِعِ الْكَـفِرِينَ وَجَـهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Qur’an dengan jihad yang besar. (QS. 25:52)”.
Karena Allahlah yang memiliki ilmu ghaib, maka penjelasan dan pengetahuannya ada padaNya, kita akan mendapat petunjukNya dalam hal ini.
أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَبِّهِ كَمَنْ زُِيّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ
“Maka apakah orang-orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Robnya sama dengan orang yang (syaitan) menjadikan mereka memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya (QS. 47:14)”.
Tetapi tidak kurang mukminin yang telah mendahului kita berkenan diberikan Allah ilmuNya, dimana ilmuNya itu tidak disenyawakan dengan keduniawian atau kebendaan / kenyataan. Dari kurun kehidupan ilmu keghaiban dan ilmu-ilmu Allah, masa sekarang ini adalah masa kelalaian umat Islam terhadap penjelasan dan ayat-ayat Allah, malahan umat Islam tidak begitu menelaah ilmu ghaib dan keghaiban, seingga ilmu-ilmu Allah tidak terjamah. Seringkali ada ayat-ayat Allah yang disalah-gunakan atau disalah – terimakan, terkadang hambaNya yang diwarisi Al Kitab memaksa diri berbuat kemungkaran dan kedurhakaan, tidak mengenal Allah dan lupa diri.
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَـبِ هُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ إِنَّ اللَّهَ بِعِبَادِهِ لَخَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (QS. 35:31)
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الِْكتَـبَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu itu adalah karunia yang amat besar. (QS. 35:32)”.
Tidak sedikit jumlahnya umat Islam yang terkecoh dengan keunggulan mahluk-mahluk ghaib lainnya dalam ilmu-ilmu Allah sehingga mereka menjadikan Malaikat atau Jin-jin dan Roh-roh lainnya sebagai sembahan dan kepercayaan.
قُلْ لَوْ كَانَ فِي الأَْرْضِ مَلَـئِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِـنِّينَ لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُولاً
“Katakanlah: “Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang malaikat menjadi rasul”. (QS. 17:95)”.
فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا
“maka ia (Maryam) mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka, lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna”. (QS. 19:17)”.
يَـمَعْشَرَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ ءَايَـتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا
“Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini ….. (QS. 6:130), lihat pula ayat 111 nya.
وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ
“Dan mereka (orang-orang Musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu,……. (QS. 6:100)”.
مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. 22:74)
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَـدِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِعِلْمٍ وَلاَهُدًىوَلاَكِتَـبٍ مُّنِيرٍ
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya, (QS. 22:8)”.
لاَّ تُدْرِكُهُ اْلأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ اْلأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. 6:103)”.
Perhatikan ayat-ayat berikut :
وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ وَمِنْهَا جَائِرٌ وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ
Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar). (QS. 16:9)
وَمِمَّنْ خَلَقْنَا أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ
Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. (QS. 7:181)
Bagi para ahli keghaiban dan kebathinan, masalah mahluk halus bukan lagi merupakan hal yang rumit untuk dimengerti mereka, tetapi tidak sedikit dari mereka yang terjerumus kepada pengertian yang tidak didasari ayat-ayat Allah, lalu masuk kepada kepercayaan ghaib yang salah, mereka menjadikan mahluk halus sebagai penolong-penolong mereka.
Diantara bangsa jin memang benar ada yang beriman, malahan dimasa Nabi Sulaiman ada jin yang dikaruniai ilmu Al Kitab, mereka dapat menduduki beberapa tempat di langit lalu memberi berita-berita mengenai rezeki manusia di bumi, tetapi dalam umat Muhammad sudah tidak ada lagi hal yang demikian.
Dasar hidup dan kehidupan merupakan keagungan suatu umat, dasar ghaib dan keghaiban menjadikan kokohnya mental dan kepribadian serta benteng perikemanusiaan pada saat-saat menghadapi godaan, gempuran syaitan, musuh sesungguhnya daripada umat Islam.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَـتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. 3:103)”.
يَـأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَـنٌ مِنْ رَّبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُّبِينًا
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Robmu, (Muhammad dengan mu’jizatnya) dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an). (QS. 4:174)
فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِّنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (QS. 4:175)”.
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّنْ مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِّنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَـدِقِينَ
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. (QS. 2:23)
فَإِنْ لََّمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَـفِرِينَ
Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir. (QS. 2:24)”.
Umat Islam diwajibkan untuk mempunyai dasar ghaib dan keghaiban, bukan hanya sekedar menjelmakan kebudayaan mereka, tetapi menjelmakan ad-din, ayat-ayatNya yang berunsur ghaib, berikut sifat dan nama-nama Allah.
Allah telah memberikan perumpamaan dan gambaran yang jelas dalam ayat-ayat Al Qur’an, bahwa bagi orang-orang yang telah dapat mengambil dasar keghaiban, hidup dan kehidupannya selain dari dinNya adalah umat yang menjadikan hawa nafsu mereka sebagai tuhan mereka.
Hasil kebudayaan, bentuk hukum sebab akibat, gerak dan berkas hidup dan kehidupan manusia Islam perlu dibungkus dengan keghaiban, bila bungkus ghaib ini salah, maka sering terjadi nafsu merajalela diiringi kelancangan-kelancangan yang menyebabkan nafsu dijadikan panutan atau Tuhan.
“Sujud tersungkur apabila dibacakan ayat-ayat Al Qur’an dan pada saat nama Allah disebut” bagi manusia Islam adalah lambang keyakinannya terhadap adanya kekuasaan di atas segala kekuatan dalam alam ini. Kita sujud kepada Al Qur’an bukan untuk mendewakan, mengklenikkan ayat-ayat jadi panutan, tetapi mengandung arti seperti halnya syaitan diperintah sujud kepada Adam. Nafsu yang jadi kendaraan syaitan harus ditundukkan.
Sepak terjang hawa nafsu ini memberi warna kemunafikan dalam umat Islam. Mereka menanggalkan “percaya kepada yang ghaib” lalu mengisi halaman hidup dan kehidupannya tidak dengan ayat-ayat Allah, melainkan oleh impian-impian yang dijadikan kenyataan. Kebudayaan yang membesarkan mereka atau mereka menciptakan agama dan tuhan-tuhan mereka. Mereka mendorong (mengemukakan) kemauan-kemauannya dan menjadikan semuanya itu ayat-ayat pegangan atau ikutan, lalu berbalik seratus delapan puluh derajat dengan menjadikan din atau Al Kitab sebagai mainan / senda gurau atau terabaikan dan tidak menjadi kebanggaan. Terlebih surut lagi langkah umat Islam setelah mereka tidak menjadikan din Allah beserta ayat-ayatNya sebagai penelaah / pembaca (alat baca) masalah yang nyata ataupun yang ghaib. Mereka menjauhi fitrah din dan fitrah ayat-ayat Allah dengan rasa kotor, prasangka buruk, ketakutan yang tidak beralasan sama sekali.
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْءَانٍ وَلاَ تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ َّربِّكَ مِنْ مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَلاَ أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلاَ أَكْبَرَ إِلاَّ فِي كِتَـبٍ مُّبِينٍ
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Robmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar daripada itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 10:61)”.
إِنَّ هَـؤُلاَءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَـطِلٌ مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. 7:139)”.
Dapatkah ruh manusia yang sudah mati masuk kembali ketubuh manusia lainnya yang masih hidup (menyatu atau menjelma) di antara sanak famili atau manusia lain ? Dalam masalah ini ada sementara orang Islam yang menganggap suatu kehinaan, kotor (kosong tubuh dari iman) dan memalukan, bila terjadi arwah sanak familinya itu (sesepuh mereka) datang menjelma di badan seseorang. Ada prasangka seolah-olah ruh tersebut tidak diterima Allah dan kotor gentayangan bagaikan jadi syaitan dan jin jahat.
Allah itu Maha Kuasa, hanya saja manusia-manusia Islam belum begitu luas berilmu pengetahuan hal-hal yang ghaib dan keghaiban ini. Cara menerima keghaiban dan cara mengisi “percaya kepada yang ghaib” belum terfahami; padahal ayat-ayat Al Qur’an dan penjelasanNya dapat diajak berhubungan dan bergaul dengan mahluk-mahluk ghaib.
Ayat atau bacaan Al Qur’an dapat menjadikan manusia mati dapat berbicara
وَلَوْ أَنَّ قُرْءَانًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ اْلأَرْضُ أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَى
Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentu al-Qur’an itulah dia). (QS. 13:31)
يَـأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 59:18)
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), (QS. 91:7)
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, (QS. 91:8)
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, (QS. 91:9)
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّـهَا
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. 91:10)
Tidak sulit bagi Allah menggerakkan Roh-roh-Nya yang berada di sisi-Nya untuk menjelma, turun atau kembali berkehidupan di masyarakat manusia.
Hal yang serupa ialah masuknya para syaitan ke dalam tubuh manusia bagaikan mengalir dalam darah keseluruh tubuhnya.
Yang patut diherankan, mengapa umat Islam tidak mempermasalahkan syaitan di tubuh-tubuh mereka, yang jelas dan terasa sebagai musuhnya. Atau mereka memper-masalahkan hawa nafsunya / manusia yang dijadikan mereka tuhan-tuhan mereka /sembahan / panutan atau keyakinan.
Pada manusia Islampun jarang terdapat gambaran bahwa mereka telah mempercayai Allah atau kerkehidupan dalam din mempergunakan ilmu pengetahuan, petunjukNya atau wahyu Allah. Seringkali Allah disifati dengan sifat-sifat tuhan-tuhan mereka (mahluk) dan agama Islam disejajarkan dengan agama hasil kreasi manusia (agama kebudayaan). Allah disamakan dengan mahlukNya; seperti “Allah berkata”.
Al Qur’an merupakan wadah keghaiban (martabat diri seorang manusia). Al Qur’an dalam suara (Dzat suara Al Qur’an) sebagai nasihat, penerangan, penjelasan dan pelajaran.
Al Qur’an dalam cahaya (Dzat cahaya Al Qur’an) sebagai penerang, senjata, petunjuk jalan yang lurus, pedoman, pembedah hati nurani, pendengaran dan penglihatan antara Allah dan manusia PilihanNya, sebagai kekuatan, kesaktian dan kendaraan. Kapsul cahaya sebagai wadah, wahana, sarana hidup.
Al Qur’an dalam roh (Roh Al Qur’an) sebagai pembawa rahmat, sifa, berkah, kemukjizatan, kemuliaan, kejayaan, keagungan, kemenangan, pembeda dan penjelmaan asma-ul husnaNya, kenyataan hukumNya.
Al Qur’an sebagai bacaan, dia memberi keterangan / penjelasan akan sifat, ciri, bentuk, kesan / pesan, berkas terhadap keghaiban dan mahluk ghaib.
Ayat-ayat Al Qur’an adalah alat yang sangat halus pada saat terjadinya niat-cara dan tujuan budi pekerti manusia dalam din Allah.
Al Qur’an tidak terikat bentuk, warna, tempat, waktu atau zat yang disentuhnya. Dia adalah tahta / singgasana bagi asma-ul husna Allah, sebagai landasan, azas, prinsip, atau tabung hidup dan kehidupan, keabadian, kenyataan janji-janjiNya.
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَـلُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لاَّ يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَالِكَ هُوَ الضَّلَـلُ الْبَعِيدُ
“Orang-orang yang kafir kepada Robnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (QS. 14:18)”.
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِّنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لََّمِنَ الظَّـلِمِينَ
“…. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim. (QS. 2:145)
الَّذِينَ ءَاتَيْنَـهُمُ الْكِتَـبَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang yang telah Kami beri Al-Kitab mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. (QS. 2:146)
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Kebenaran itu adalah dari Rob-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. 2:147)”.
Tidak terperiksa oleh kita bahwa ilmu-ilmu Allah sebagai mahlukNya telah seringkali datang dalam kehidupan dan menyertai hidup kita di bumi ini. Namun sejauh ini manusia selalu memberi nama terhadap ilmu, kesaktian atau mahlukNya itu. Begitupun terhadap ilmu manusia lainnya, sehingga akan terjadi saling pengaruh dan percampuran sifat-sifat di antara ilmu yang didatangkan Allah dengan ilmu hasil ciptaan / pendapat budidaya manusia dengan persangkaannya, maka sirnalah kemurnian diantara ilmu-ilmuNya dihadapan manusia. Dapat dilihat dari salah satu hasilnya atau cara pemahaman dan pengamalannya.
Di dalam agama Islam ada hal yang prinsip yaitu : niat – cara – tujuan. Jadi untuk dapat membedakan mana ilmu Allah dan ilmu yang tidak murni lagi (ilmu manusia), ialah dengan cara melihat dasar ukuran niat, cara dan tujuan itu. Kemunduran umat Islam dalam berilmu, di Indonesia akan difahami dengan adanya nama-nama Ilmu dengan sebutan warna bahasa orang-orang di luar Islam, yaitu nama Hindu, nama Sansekerta (Jawa Kuna), atau dalil kemanusiaan.
Keagungan suatu ayat atau kesaktian mahluk Allah dari bangsa mahluk halus dan ghaib sering kali diberi nama yang meragukan umat Islam.
Pengaruh “bahasa” sangat lekat erat dalam hidup dan kehidupan beragama, sering kali ada prasangka bahwa Allah itu berbahasa Arab, Malaikat sebagai mahluk suci dan dimuliakan itu berbahasa Arab, atau Al Kitab itu berbahasa Arab, dsb. Bahasa taqwa dan bahasa hati dilupakan orang Islam, karena telah terbiasa membaca huruf dan bahasa agama itu dipegang kuat oleh bahasa Arab.
Apabila ada niat di dalam hati dan niat itu benar benar dalam pandangan / hukum din Islam, atau tidak bertentangan dengan ayat-ayat Allah bahkan sejalan dan merupakan seruanNya, maka niat itu wajib dilaksanakan. Dapat pula kita fahami akan kena “dosa” bila tidak dilaksanakan / dilakukan; misalnya “nazar”.
Ada pula cara dan adat hidup atau kehidupan itu benar-benar sejalan dengan apa yang diwahyukan Allah kepada Nabi / manusia, karena orang itu telah dapat petunjuk atau hidayahNya, berada di jalan yang lurus. Biasanya kepada orang yang demikian sering terjadi cara dan keadaan dimana ilmu-ilmu Allah hadir atau terjangkau oleh akal pikirannya, sehingga sifa, safaat dan kemukjizatan dari Allah mudah dipergunakan sebagai hikmah dan menjalankan ketaqwaannya dalam gerak, tindakan dan ucapan atau pemikiran gejala-gejala dunia, ilmu samawi mudah didapat dan dicernakan, rahasia Allah terbuka lebih cepat dan lebih jelas.
Al Qur’an adalah cara Allah untuk meperlihatkan adanya rahasia-rahasiaNya bagi hidup dan kehidupan beragama Islam. Atau dia adalah mahlukNya yang ada di sisi-Nya untuk jadi penolong, pembuka tabir rahasia, pembimbing, penasihat dan pemberi pelajaran apa-apa yang manusia tidak tahu dalam ber din Islam, menyembah Allah dan tugas hidupnya di bumi / dunia.
أُولَـئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ قُلْ لاَ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَـلَمِينَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur’an)”. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat. (QS. 6:90)”.
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً لاَّ مُبَدِّلَ لِكَلِمَـتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Telah sempurnalah kalimat Robmu (Al Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 6:115)
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي اْلأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 6:116)”.
وَلِلَّهِ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَـئِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 7:180)”.
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. 7:188)”.
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan jangan kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (QS. 17:110)”.
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَـلِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَـدَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
“Dia-lah Allah Yang tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. 59:22)
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لاَ إِلـَهَ إِلاَّ هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَـمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَـنَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dia-lah Allah Yang tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan,Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. 59:23)
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih Kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 59:24)”.
Masih banyak keghaiban dan hal yang ghaib, halus atau bathin, dimana segala rahasiaNya dapat disimak bila memang Allah menghendaki kita dikaruniai Ilmu-Nya, namun sampai dimana umat Islam mengisi “percaya kepada yang ghaib”.
لاَ إِلـَهَ إِلاَّ اللَّهُ adalah kalimat syahadat kepada Yang Maha Ghaib, kepada Allah yang tidak dapat disekutukan dengan apapun dalam sifat, bentuk atau keadaan predikatnya.
Kita harus dapat memurnikan arti dalam syahadat ini dengan membeda-kannya dengan arti “percaya kepada yang ghaib”.
Tidak jarang ada yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah dan menyembah atau meminta pertolongan kepada mahluk-mahluk ghaib. Bagi manusia di arena penggalian ilmu pengetahuan, maka hal yang ghaib adalah meminta perhatian tersendiri. Ilmu Ghaib belum dapat dikatakan suatu ilmu yang dapat menyimak aneka rahasia keghaiban atau cara dan petunjuk dalam pergaulan manusia dengan mahluk-mahluk ghaib. Hanya sedikit sekali terjangkau oleh akal manusia, apalagi bila hendak menjangkau keghaiban dan ilmu ghaib dengan menyertakan ratio dan ilmu pengetahuan kemanusiaan.
Tingkat keghaiban daripada mahluk ghaibpun berlainan, sedangkan Allah Dia-lah Yang Maha Ghaib, tidak ada yang menyamai dan disamakan atau disyarikatkan.
Nur (cahaya) Allah bukan dan tidak sama dengan arti dan keadaan cahaya yang telah dikenal manusia secara ratio atau ilmu pengetahuan mereka. Ini perlu kita yakini, apalagi dengan asma-ul husna-Nya, bukanlah sekedar nama yang terbiasa jadi sebutan dan panggilan sesama mahlukNya.
Warna keghaiban dan hakekat ghaibnya ghaibnya Allah adalah “MAHA” atau super yang tiada duanya.
Keghaiban Allah tidak tercapai oleh penglihatan, sekalipun oleh penglihatan mahluk ghaib dalam tingkat tinggi. Dia Maha Pengawas, dimana bila ada sesuatu ulah mahluk ghaib yang manapun terhadap siapa saja diantara mahluk nyata dan ghaib pasti Allah mengetahui dan tercatat di sisiNya.
Penjelmaan-penjelmaan daripada “Nur Allah” dapat terjadi terhadap mahlukNya setara dengan kehendak dan keridhaan atau keadaan taqwanya seorang hamba Allah. Allah Maha Halus dan selalu dekat dengan mahlukNya, malahan lebih dekat daripada urat leher mahluk / manusia itu sendiri.
Dia Maha Besar, besar dan kebesaranNya tidak terhingga dalam pertimbangan dan ukuran yang patut telah manusia temui. Tidak ada cara untuk menguraikan dan mengupas masalah ini, kecuali iman dan taqwa berdasarkan ilmu pengetahuan, petunjuk dan wahyuNya. Demikianlah tingkat iman dan taqwa manusia ber-ad din Islam, segala keghaiban menghias iman dan taqwanya itu dengan pengawalan para mahluk ghaibNya yang terpuji di sisi Allah.
Marilah kita membina keyakinan untuk ulasan yang singkat ini, bawa penjelmaan-penjelmaan akal berlangsung terus dalam keghaiban-keghaiban itu.
وَذَرُوا ظَـهِرَ اْلإِثْمِ وَبَاطِنَهُ إِنَّ الَّذِينَ يَكْسِبُونَ اْلإِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak (dhahir) dan yang tersembunyi (bathin). Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan. (QS. 6:120)
وَلاَ تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَـطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
Dan janganlah kamu mamakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS. 6:121)”.
كَلاَّ لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ
“sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya, (QS. 80:23)
فَلْيَنْظُرِ اْلإِنْسَـنُ إِلَى طَعَامِهِ
maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. (QS. 80:24)”.
وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ
“Dan mereka (orang-orang Musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu…(QS. 6:100)
وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَـئِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلاً مَّا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ
“Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. 6:111)
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَـطِينَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Robmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. 6:112)”.
قُلْ لَوْ كَانَ فِي اْلأَرْضِ مَلَـئِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَّسُولاً
“Katakanlah: “Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang malaikat menjadi rasul”. (QS. 17:95)”.
وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلاَّ بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا
“Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Robmu. Kepunyaaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Robmu lupa. (QS. 19:64)”.
يَـمَعْشَرَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ ءَايَـتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَـذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَوةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَـفِرِينَ
“Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini Mereka berkata: “Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri”, kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS. 6:130)”.
مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. 22:74)
اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَـئِكَةِ رُسُلاً وَمِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia: sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. 22:75)”.
وَلَقَدْ رَآهُ بِاْلأُفُقِ الْمُبِينِ
“Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Roh di ufuk yang terang. (QS. 81:23)
وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ
Dan Dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. (QS. 81:24)
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَـنٍ رَّجِيمٍ
an Al Qur’an itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk, (QS. 81:25)
فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ
maka kemanakah kamu akan pergi (QS. 81:26)”.
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَـئِكَةِ أَهَـؤُلاِءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ
“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat : “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu (malaikat)?” (QS. 34:40)
قَالُوا سُبْحَـنَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ
Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (QS. 34:41)”.
فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ
“Kemudian Kami tundukkan kepadanya(Nabi Allah Sulaiman) angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya, (QS. 38:36)
وَالشَّيَـطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ
dan (Kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam, (QS. 38:37)
وَءَاخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي اْلأَصْفَادِ
dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu. (QS. 38:38)”.
وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَنْ يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ
“Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapanya (di bawah kekuasaanya) dengan izin Rob-nya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala. (QS. 34:12)
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَّحَـرِيبَ وَتَمَـثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَّاسِيَـتٍ اعْمَلُوا ءَالَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung, dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada diatas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS. 34:13)
فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ اْلأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لََّوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ
Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan. (QS. 34:14)”.
وَمَا مِنَّا إِلاَّ لَهُ مَقَامٌ مَعْلُومٌ
“Tiada seorangpun diantara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu, (QS. 37:164)
وَإِنَّا لَنَحْنُ الصَّافُّونَ
dan sesungguhnya kami benar-benar bershaf-shaf (dalam menunaikan perintah Allah). (QS. 37:165)
وَإِنَّا لَنَحْنُ الْمُسَبِّحُونَ
Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah).- (QS. 37:166)”.
وَالْمُرْسَلَـتِ عُرْفًا
“Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan, (QS. 77:1)
فَالْعَـصِفَـتِ عَصْفًا
dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya, (QS. 77:2)
وَالنَّـشِرَاتِ نَشْرًا
dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Robnya) dengan seluas-luasnya, (QS. 77:3)
فَالْفَـرِقَـتِ فَرْقًا
dan (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang hak dan yang bathil) dengan sejelas-jelasnya, (QS. 77:4)
فَالْمُلْقِيَـتِ ذِكْرًا
dan (malaikat-malaikat) yang menyampaikan wahyu, (QS. 77:5)
عُذْرًا أَوْ نُذْرًا
untuk menolak alasan-alasan atau memberi peringatan, (QS. 77:6)”.
وَالنَّـزِعَـتِ غَرْقًا
“Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, (QS. 79:1)
وَالنَّـشِطَـتِ نَشْطًا
dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, (QS. 79:2)
وَالسَّـبِحَـتِ سَبْحًا
dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, (QS. 79:3)
فَالسَّـبِقَـتِ سَبْقًا
dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, (QS. 79:4)
فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا
dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia), (QS. 79:5)”.
قَالَ عِفْريتٌ مِّنَ الْجِنِّ أَنَا ءَاتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَّقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ
“Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat membawanya lagi dapat dipercaya”. (QS. 27:39)
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَـبِ أَنَا ءَاتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَـذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata : “Ini termasuk kurnia Robku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Robku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. (QS. 27:40)”.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّـلِمِينَ إِلاَّ خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. 17:82)”.
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَـطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ
“Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang bathil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensipati (Allah dengan sifat-sifat yang tak layak bagi-Nya). (QS. 21:18)”.
وَمَا مِنْ غَائِبَةٍ فِي السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ إِلاَّ فِي كِتَـبٍ مُّبِينٍ
“Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. 27:75)”.
وَقَالَ الشَّيْطَـنُ لَمَّا قُضِيَ اْلأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِي عَلَيْكُمْ مِّنْ سُلْطَـنٍ إِلاَّ أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلاَ تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّـلِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun (syaitan) telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku (syaitan), akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku (syaitan) sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku (syaitan) tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (QS. 14:22)”.
وَالْجَانَّ خَلَقْنَـهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَّارِ السَّمُومِ
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. (QS. 15:27)”.
تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ
“hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. ….(QS. 67:8)
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَـئِكَ هُمُ الظَّـلِمُونَ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (QS. 5:45)”.